ZonaSemu, Jejaring sosial seperti Twitter, Facebook, dan blog mulai booming. Publik kini menggunakan media dan jejaring sosial tidak hanya untuk mengekspresikan diri, tetapi juga membentuk komunitas dengan orang yang memiliki minat sama dengan mereka. Salah satu blogger veteran Indonesia, Enda Nasution, menyebut maraknya pembentukan komunitas lewat dunia cyber ini lahir akibat rasa kecewa.
"Mereka kecewa dan resah atas banyak hal yang terjadi di negeri ini. Terhadap kondisi politik, hukum, lingkungan, atau sosial-budaya," ujarnya ketika ditemui di sela acara Social Media Festival di FX, Kamis, 22 September 2011.
Rasa kecewa ini kemudian mereka tuangkan dalam media sosial, apakah itu blog, maupun melalui Twitter, dan kemudian mendapat perhatian dari mereka yang juga memiliki pemikiran yang sama.
"Sebelumnya mereka mungkin berpikir mustahil melakukan perubahan kalau hanya sendirian. Namun, melalui media sosial, mereka mendapat banyak teman sepemikiran. Sehingga, meskipun kecil, mereka yakin bisa melakukan perubahan," ujarnya.
Tak jarang kumpulan individu dengan fokus yang sama ini kemudian membentuk suatu komunitas yang tidak hanya berkicau di media sosial, namun juga beraksi di dunia nyata. Dalam komunitas seperti ini, lanjut Enda, mereka menyadari bahwa mereka pun dapat melakukan perubahan kecil dan tidak harus menunggu pemerintah. "Karena itu, saya berpendapat komunitas seperti ini bisa disebut sebagai gerakan sosial," ujarnya.
Latar belakang ini sejalan dengan proses pembentukan beberapa komunitas berbasis media sosial. Indonesia Berkebun, misalnya, muncul dari kegelisahan bahwa ternyata banyak lahan tidur di Jakarta, tetapi tidak ada yang bergerak memanfaatkannya. Dalam waktu enam bulan, komunitas yang diprakarsai Ridwan Kamil itu semakin besar, bahkan sudah merambah 14 kota di Indonesia.
"Internet memberi manfaat yang besar bila kita tahu cara menggunakannya dengan maksimal," ujar Shafiq Pontoh, pegiat Indonesia Berkebun.
Begitu pula dengan komunitas Selamatkan Ibu yang muncul akibat keresahan empat orang dokter muda atas tingginya angka kematian ibu melahirkan. "Mulai dari tweet, sekarang sudah mulai melakukan kegiatan offline, diskusi, juga seminar," ujar Sekretaris Selamatkan Ibu, Santi Juwita.
Riuh rendahnya komunitas yang menggunakan media sosial ditanggapi positif oleh Enda. Hanya saja, ujarnya, saat ini belum jelas pemetaan komunitas seperti ini. "Mungkin ada satu bidang yang banyak diurusi komunitas, sementara ada bidang lain yang belum terjamah," katanya. Karena itu, ujar Enda, ke depannya ia berencana untuk membuat pemetaan mengenai komunitas yang juga aktif melalui media sosial.tempointeraktif.com
"Mereka kecewa dan resah atas banyak hal yang terjadi di negeri ini. Terhadap kondisi politik, hukum, lingkungan, atau sosial-budaya," ujarnya ketika ditemui di sela acara Social Media Festival di FX, Kamis, 22 September 2011.
Rasa kecewa ini kemudian mereka tuangkan dalam media sosial, apakah itu blog, maupun melalui Twitter, dan kemudian mendapat perhatian dari mereka yang juga memiliki pemikiran yang sama.
"Sebelumnya mereka mungkin berpikir mustahil melakukan perubahan kalau hanya sendirian. Namun, melalui media sosial, mereka mendapat banyak teman sepemikiran. Sehingga, meskipun kecil, mereka yakin bisa melakukan perubahan," ujarnya.
Tak jarang kumpulan individu dengan fokus yang sama ini kemudian membentuk suatu komunitas yang tidak hanya berkicau di media sosial, namun juga beraksi di dunia nyata. Dalam komunitas seperti ini, lanjut Enda, mereka menyadari bahwa mereka pun dapat melakukan perubahan kecil dan tidak harus menunggu pemerintah. "Karena itu, saya berpendapat komunitas seperti ini bisa disebut sebagai gerakan sosial," ujarnya.
Latar belakang ini sejalan dengan proses pembentukan beberapa komunitas berbasis media sosial. Indonesia Berkebun, misalnya, muncul dari kegelisahan bahwa ternyata banyak lahan tidur di Jakarta, tetapi tidak ada yang bergerak memanfaatkannya. Dalam waktu enam bulan, komunitas yang diprakarsai Ridwan Kamil itu semakin besar, bahkan sudah merambah 14 kota di Indonesia.
"Internet memberi manfaat yang besar bila kita tahu cara menggunakannya dengan maksimal," ujar Shafiq Pontoh, pegiat Indonesia Berkebun.
Begitu pula dengan komunitas Selamatkan Ibu yang muncul akibat keresahan empat orang dokter muda atas tingginya angka kematian ibu melahirkan. "Mulai dari tweet, sekarang sudah mulai melakukan kegiatan offline, diskusi, juga seminar," ujar Sekretaris Selamatkan Ibu, Santi Juwita.
Riuh rendahnya komunitas yang menggunakan media sosial ditanggapi positif oleh Enda. Hanya saja, ujarnya, saat ini belum jelas pemetaan komunitas seperti ini. "Mungkin ada satu bidang yang banyak diurusi komunitas, sementara ada bidang lain yang belum terjamah," katanya. Karena itu, ujar Enda, ke depannya ia berencana untuk membuat pemetaan mengenai komunitas yang juga aktif melalui media sosial.tempointeraktif.com
Jangan Lupa Di Like Ya Gan...
Artikel Terkait:
Zona Info
- Kisah Pilu Kehidupan Anak Jalanan Di Jakarta
- Astaga..Separuh Kaki Pria Ini Habis Digerogoti Belatung
- Inilah 8 Karma Langsung Bagi Wanita Yang 4borsi Bayinya
- BATU BERLAFADZ SYAHADAT DITEMUKAN SAAT BANJIR LAHAR MERAPI
- 10 Hal Unik “Royal Wedding” Ala Kraton Yogyakarta
- Nama-Nama Hantu Jawa
- 7 Fatwa Haram Teraneh dan Terunik di Dunia
- Olga Akan Gelar Pernikahan Mewah dengan Jessica
- Benarkah Jumat Besok Bakal Kiamat?
- Waspadai 5 Modus Baru Perampokan di Jalan Tol
Zona Teknologi
- 4 Juta iPhone 4S Terjual dalam Tiga Hari
- Kentut Pun Bisa Dibuat Menyalakan Lilin Lho ( Pic + Video )
- BERIKUT 15 PENEMUAN PERTAMA DI DUNIA
- Ilmuwan Berhasil Membuat Nyawa Tiruan, Mau Menyaingi Tuhan?
- Meka, Robot Gadis Anime Untuk Bercint4
- RIM Luncurkan Smartphone BlackBerry Bold 9900 di Indonesia
- Foursquare Versi iOS 5 Bernama Radar
- 'Stop Pencurian Pulsa' Didukung 2 Ribu Lebih Facebooker
- 7 KODE PERINTAH RAHASIA BLACKBERRY
- 7 Pertanyaan Ilmiah yang Masih Menjadi Tanda Tanya oleh Ilmuwan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar